1. 1. Lafazh-nya
secara lengkap adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِيْ مَا أَتَى
عَلَى بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ
مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِيْ أُمَّتِيْ مَنْ يَصْنَعُ
ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ
مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي
النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟
قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah terjadi pada ummat
bani Israil sedikit demi sedikit, sehingga jika ada di antara mereka (Bani
Israil) yang menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, maka niscaya akan ada
pada ummatku yang mengerjakan itu. Dan sesungguhnya bani Israil berpecah
menjadi tujuh puluh dua millah, semuanya di Neraka kecuali satu millah saja dan
ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di Neraka
kecuali satu millah.’ (para Shahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai
Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Apa yang aku dan
para Shahabatku berada di atasnya.’”
2. 2. Lafazh-nya
adalah sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ اِفْتَرَقَتْ عَلَى
إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً؛ وَهِيَ
الْجَمَاعَةُ
Dari
Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, dan
sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang
semuanya berada di Neraka, kecuali satu golongan, yakni “al-Jama’ah.”
3. 3. Hadits
‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ
فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ
النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي
النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ
لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِيْ
الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ
مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ.
Dari
‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Yahudi terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, satu (golongan) masuk
Surga dan yang 70 (tujuh puluh) di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72
(tujuh puluh dua) golongan, yang 71 (tujuh puluh satu) golongan di Neraka dan
yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku
benar-benar akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di
Surga, dan yang 72 (tujuh puluh dua) golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada
beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai
Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah.’
4. Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :
عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ:
أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى
ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي
الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .
Dari
Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan,
bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata:
“Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi
72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah
menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan
masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”
5. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ
فِرْقَةً.
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu
(71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah
terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan
ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.
Perbedaan khilafiyyah yang
ada silahkan tapi jangan menganggap bahwa dengan perbedaan itu kita membentuk kelompok
atau perbedaan itu merupakan kebenaran yang mutlak sebab kalau kita membenarkan
satu maka yang lain kita angap salah padahal semua itu datangnya juga dari Allah
dan Nabi berarti kita juga menyalahkan Nabi. Yang benar adalah silahkan berbeda
masalah khilafiyah tapi kita harus tetap “ berjama’ah “. Kalau
kita berbeda kemudian mengasingkan diri dan membentuk kelompok dan dianggap
jama’ah maka itu salah. Yang benar mari kita berjama’ah apapun bentuk kita
beribadah itu urusan kita masing – masing kepada allah. Allah maha mengetahui
masalah ini dan Allah tidak akan mempermasalahkan masalah perbedaan khilafiyah
tetapi yang Allah pertanyakan adalah “ berjama’ah “.
Sebab dengan berjama’ah
akan terbina umat dalam satu lingkungan dan ini yang utama ketimbang mengurusi
masalah khilafiyah dalam beribadah. Allah tidak bangga dengan ibadahnya manusia
yang merasa benar, yang malah membuat perbedaan, pertentangan dan perpecahan. Orang
beribadah itu disuruh rukun dan damai malah membuat masalah dalam masyarakat. Mestinya
kita harus rukun makanya disuruh berjama’ah agar saling mengenal bersatu untuk
mengurusi lingkungan bagaimana mengentaskan kemiskinan, kebodohan,
keterbelakangan, dan kesehatan. Bagaimana mengangkat harkat dan martabat
lingkungan yang kurang mampu, anak yatim / piatu, janda, orang tua jompo dan
lain – lain. Agar bisa hidup layak dan mendapat perhatian kita, kok malah
bertentangan masalah gerakan tangan, masalah shalawat, masalah tahlil, masalah,
do’a, masalah puasa, masalah ied, masalah qunut, masalah mauled, masalah isra’
mi’roj dll. Yang tidak ada hubungannya dengan masalah ibadah kita kepada allah.
Jadi jangan merasa
bangga dengan peribadatan kita bahwa dengan peribadatan ini pasti diterima. Siapa
yang menjamin bahwa ibadah kamu diterima ? apa buktinya ? dan peribadatan orang
lain ditolak dan masuk neraka ? dengan keadaan itu malah bikin resah dan
masalah dalam lingkungan. Allah tidak kamu sembah pun tidak ada masalah,
seandainya semua manusia dari awal hingga akhir menyembah kepada allah semuanya
Allah pun tidak terangkat derajatnya dan tidak lebih mulia atau lebih gagah
perkasa. Atau sebaliknya seandainya seluruh manusia dari awal hingga akhir
tidak ada yang menyembah Allah, Allah juga tidak akan turun martabatnya,
kemudian menjadi lemah dan tidak terpandang. Allah tetap Allah tidak
membutuhkan semua itu. Ia mutlak maha agung dan sebutan yang lainnya.
Yang butuh Allah itu
kita dan Allah telah memberikan cara / jalan untuk menghadap kepadanya dengan
perantaraan Nabinya. Rasulullah telah memerintahkan kepada umatnya untuk
negikuti sebatas kemampuannya dalam hal perintah tetapi dalam hal larangan harus
ditinggalkan.
Berjama’ahlah apapun
bentuk ibadah kita dan inilah yang benar berbeda dalam kebersamaan, saling
menghargai dan saling membutuhkan. Kita tidak pernah merasa ibadah kita paling
benar dan diterima oleh Allah tetapi kita merasa satu ukuwah islamiyyah
sehingga terbentuk satu kerukunan dalam masyarakat yang majemuk. Masalah beda
dalam pelaksanaan itu tidak masalah kalau kita saling memahami. Misal
terjadinya satu musibah meninggal bagi mereka yang tidak memakai tahlil ya
sudah tidak usah ikut tahlil, tapi jangan menghina yang menggunakan tahlil,
sehingga mereka tidak mau menyolatkan dan mengantar ke kubur bagi saudaranya
yang menggunakan tahlil. Antar saja sebagai penghormatan terkhir bagi tetangga
kita. Dan sebaliknya jika yang meninggal tetangga yang tidak memakai tahlil
maka kita juga harus datang untuk ikut menshalatkan dan mengiring sampai ke
makam dan mendo’akan.
Begitu seterusnya dengan
hal – hal yang lainnya.
Tetapi yang ada dalam
masyarakat timbulnya perbedaan itu akibat doktrin dari kelompok dan kelompok
itu mempunyai tujuan yang terselubung dangan memakai kedok agama. Ini yang
bahaya !!!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar